Kabupaten Tasikmalaya, NEWSNTT.COM – Integritas dan profesionalisme Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah (GAKDA) Satpol PP Kabupaten Tasikmalaya kembali dipertanyakan. Pasalnya, pejabat yang memiliki kewenangan strategis dalam penegakan Perda tersebut diduga secara terang-terangan mengabaikan surat resmi permohonan konfirmasi dan klarifikasi dari awak media, bahkan membiarkan wartawan menunggu hingga satu jam tanpa kejelasan. Selasa ( 23/12/2025 )
Surat resmi dari media ROTENEWS.COM bernomor 103/TSM-RN/XII/2025 tertanggal 22 Desember 2025 secara jelas meminta konfirmasi terkait penghentian sementara dan/atau penyegelan pembangunan tower di sejumlah wilayah Kabupaten Tasikmalaya , isu yang tengah menjadi sorotan publik karena menyangkut kewenangan, prosedur, dan kepastian hukum.
Tak main-main, media bahkan telah mencantumkan agenda, waktu, dan tempat konfirmasi secara resmi, yakni Selasa, 23 Desember 2025 pukul 09.00 WIB di Kantor Satpol PP Kabupaten Tasikmalaya. Namun fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbanding terbalik dengan semangat transparansi.
Alih-alih memberikan klarifikasi, Kabid GAKDA justru diduga memilih menghindar, sementara awak media dibiarkan menunggu tanpa kepastian. Lebih ironis lagi, berdasarkan keterangan yang dihimpun, pejabat tersebut justru lebih memprioritaskan tamu lain, seakan-akan permohonan resmi media dapat diabaikan begitu saja.
Sikap ini dinilai tidak hanya mencerminkan ketidakprofesionalan, tetapi juga berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi publik. Padahal, media menjalankan tugas jurnalistik sebagai bagian dari kontrol sosial sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Yang lebih mengkhawatirkan, substansi surat yang diabaikan bukan persoalan sepele, melainkan menyangkut hal-hal mendasar dalam penegakan Perda, di antaranya:
1.Dasar kewenangan hukum penghentian tower,
2.Alasan penindakan dilakukan pada hari libur,
3.Tidak dilibatkannya PPNS dalam proses penegakan,
4.Kepatuhan terhadap SOP, hingga mekanisme bertahap seperti Surat Peringatan (SP).
Ketika pertanyaan-pertanyaan krusial tersebut tidak dijawab, publik wajar menduga bahwa penegakan yang dilakukan menyimpan persoalan prosedural dan berpotensi menabrak aturan yang seharusnya ditegakkan.
Sejumlah aktivis menilai, mengabaikan media sama artinya dengan menutup ruang akuntabilitas publik. Aparat penegak Perda tidak boleh bertindak seolah kebal kritik, apalagi merasa superior di hadapan pers.
“Jika pejabat publik mulai memilih-milih siapa yang dilayani dan siapa yang diabaikan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya etika birokrasi, tapi juga kepercayaan masyarakat,” ujar salah satu Aktivis Muda pemerhati kebijakan daerah.
Hingga berita ini ditayangkan, Kabid GAKDA Satpol PP Kabupaten Tasikmalaya belum memberikan klarifikasi resmi, baik secara lisan maupun tertulis, terkait sikapnya yang dinilai abai terhadap media.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Kepala Satpol PP Kabupaten Tasikmalaya dan Pemerintah Daerah, apakah akan melakukan evaluasi serius terhadap bawahannya atau justru membiarkan praktik pembiaran ini menjadi preseden buruk dalam tata kelola penegakan Peraturan Daerah.
