Teminabuan, NEWSNTT.COM - Hari Sumpah Pemuda tahun ini menjadi momen kebangkitan baru bagi masyarakat adat di Papua Barat Daya. Organisasi Cipayung Plus HMI GMNI PMKRI, GMKI GAMKI dan KNPI tergabung dalam Aliansi pemuda Peduli lingkungan Sorong Selatan bersama masyarakat adat suku besar Tehit, sub suku Mlaqya, sub suku Gemna, sub suku Afsya, sub suku Nakna, dan Suku Yaben yang berdiam di Distrik Konda dan Distrik Teminabuan
Kabupaten Sorong Selatan,mereka memperingatan ini bukan sekadar seremonial nasional, melainkan hari untuk bersumpah menjaga tanah leluhur dan menolak seluruh izin perampasan tanah adat
Kami di sini bersumpah bukan hanya satu tanah air Indonesia, tapi satu tanah adat Tehit yang tidak akan kami lepaskan kepada perusahaan mana pun, tegas Holland Abago, tokoh muda masyarakat adat Tehit, dalam aksi terbuka di di tanah tehit (28/10/2025).
Ia menegaskan juga Hari Sumpah Pemuda harus dimaknai ulang oleh generasi muda Papua sebagai panggilan untuk mempertahankan identitas dan ruang hidup dan Pemuda hari ini tidak cukup hafal isi sumpah, tapi harus berdiri melawan semua bentuk izin yang menghancurkan masa depan tanah adat ujar Holland dengan suara keras
Aksi damai yang diikuti ratusan warga adat dari Distrik Konda dan Teminabuan itu dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap rencana operasi PT Anugerah Sakti Internusa, perusahaan kelapa sawit yang disebut telah mengantongi izin tanpa sepengetahuan masyarakat adat
Benteng Terakhir Hutan Papua
Di tengah derasnya arus investasi dan proyek perkebunan kami masyarakat adat menjadi benteng terakhir yang menjaga sisa hutan Papua di kabupaten Sorong Selatan maka kami menolak praktik perampasan tanah yang dibungkus dengan istilah pembangunan
Dan Kami tidak pernah memberikan izin, tidak pernah diajak bicara, apalagi menandatangani perjanjian apa pun, tegas Holland Abago ketua relawan tolak sawit
Tanah ini bukan untuk dijual atau diserahkan pada perusahaan jadi Kalau mereka datang dengan izin dari atas, kami siap lawan dengan suara dan tubuh kami sendiri. Ini bukan tanah kosong, ini kehidupan kami masyarakat adat ujarnya keras.
Ancaman Perusahaan Sawit
Holland menjelaskan, masyarakat adat di tanah Papua lebih kusus di Tehit kini menghadapi ancaman serius dari PT Anugerah Sakti Internusa perusahaan yang mengantongi izin pembukaan perkebunan kelapa sawit di wilayah adat tanpa persetujuan kami masyarakat adat dan mereka datang dengan peta dan dokumen, tapi kami tidak pernah tahu prosesnya. Tidak ada musyawarah adat, tidak ada persetujuan masyarakat. Ini pelanggaran berat terhadap hak kami sebagai pemilik tanah, ujarnya
Menurutnya juga bahwa kehadiran perusahaan sawit akan menghancurkan tatanan hidup masyarakat adat dan memicu konflik sosial dan Sawit bukan kesejahteraan. Sawit adalah bencana yang datang dengan janji palsu,tegasnya.
Tanah Leluhur Bukan Komoditas
Kofarit, tokoh adat dari Distrik Konda ia menegaskan bahwa tanah adat Tehit adalah warisan leluhur yang tidak bisa dijadikan komoditas ekonomi
Tanah ini bukan sekadar tempat tinggal. Di sini ada tempat sakral kami ada hutan tempat kami berburu, ada sungai tempat kami mencari ikan dan Kalau perusahaan datang menebang, itu artinya mereka menggusur kehidupan kami, katanya dengan nada marah
Ia juga menilai bahwa kebijakan pemerintah daerah di kabupaten Sorong Selatan yang membuka ruang bagi investasi sawit bertolak belakang dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB, yang berjanji melindungi hutan dan memberdayakan masyarakat adat
Kalau di PBB presiden bicara soal perlindungan hutan adat tapi di kampung kami hutan mau dibabat untuk sawit, itu kemunafikan namanya,”sindir Kofarit tajam.
Kalau pemerintah daerah masih berpihak pada perusahaan dan menutup mata terhadap suara kami maka kami masyarakat adat siap akan turun dengan kekuatan massa yang besar, tegas Yustinus Konjol, tokoh adat dari Teminabuan.
Kami tidak main main dan Ini tanah kehidupan kami. Lebih baik kami mati di atas tanah ini daripada hidup melihat hutan kami dirusak.
Warisan Leluhur dan Masa Depan Anak Cucu
Menurut Yustinus bahwa perjuangan mempertahankan tanah adat adalah perjuangan lintas generasi
Kami juga sua berjuang supaya anak cucu kami masih bisa lihat hutan, bisa dengar suara burung, bisa minum air sungai yang bersih dan Itu kekayaan sejati kami, bukan uang perusahaan, katanya dengan nada lirih.
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat Tehit telah menjaga hutan jauh sebelum negara berdiri dan Kami sudah menjaga hutan ini dengan darah dan keringat jadi Sekarang, setelah kami jaga, datang orang luar bawa izin dari Jakarta mau rampas begitu saja? Itu penghinaan terhadap adat kami, ujarnya.
Sawit Bukan Kesejahteraan
Holland Abago juga menegaskan bahwa ekspansi sawit hanya membawa kemiskinan baru dan kerusakan ekologis di kabupaten Sorong Selatan
Mereka bilang sawit membuka lapangan kerja, tapi kenyataannya hanya membuka luka dan Hutan hilang, sungai kering, dan masyarakat adat kehilangan sumber hidupnya, tegasnya
Ia juga mengingatkan, banyak wilayah di Papua yang kini menanggung akibat dari proyek serupa jadi Perusahaan datang bawa janji, tapi setelah mereka pergi, yang tertinggal hanyalah konflik dan air mata, ujarnya
Negara Harus Hentikan Izin Gelap
Kofarit juga menyoroti proses perizinan yang tidak transparan jadi Kami tidak pernah diundang rapat, tidak pernah dikirimi surat, tapi tahu tahu sudah ada peta izin na Ini jelas permainan antara pejabat dan pemodal,” ujarnya.
Ia juga menegaskan segala bentuk izin tanpa persetujuan kami masyarakat adat adalah ilegal secara moral dan adat dan Kami punya hak ulayat. Negara seharusnya melindungi, bukan merampas, ujarnya keras
Adat Tidak Bisa Dibeli
Masyarakat adat Tehit menegaskan bahwa hukum adat mereka hidup dan akan melawan siapa pun yang melanggar batas tanah leluhur
Siapa pun yang berani ambil tanah adat tanpa izin kami maka akan berhadapan dengan hukum adat kami. Kami tidak takut,” kata Kofarit lantang.
Baginya mempertahankan tanah adat bukan sekadar soal ekonomi, tetapi soal identitas budaya adat kami jadi Kalau tanah hilang, kami hilang. Kami jadi orang asing di negeri sendiri, tambahnya
Kontribusi Tehit untuk Bumi
Yustinus Konjol mengingatkan bahwa kami masyarakat adat Tehit selama ini telah menjaga keseimbangan iklim global melalui kelestarian hutan kami
Kami tidak digaji siapa pun dan untuk jaga hutan, tapi kami tahu bumi ini hidup dari hutan. Kalau hutan hilang, manusia pun hilang, ujarnya
Ia juga menegaskan bahwa kami menjaga tanah adat berarti menjaga masa depan bumi dan Kami sudah lakukan bagian kami. Sekarang giliran negara menghormati kami, katanya.
Peringatan untuk Pemerintah dan Pemodal
Holland Abago menegaskan kembali sikap masyarakat Tehit yang tidak akan tunduk pemerintah Indonesia bahkan pemerintah kabupaten Sorong Selatan
Kami tahu hak kami dan Tidak ada satu pun undang undang yang bisa dijadikan alasan untuk ambil tanah adat tanpa persetujuan kami masyarakat adat Kalau mereka paksa, kami lawan, ujarnya tegas
Ia juga meminta lembaga nasional dan internasional memantau kasus ini dan Kalau negara tutup mata, biar dunia tahu bahwa di Sorong Selatan, rakyat sedang ditindas karena mempertahankan tanahnya, katanya
Tanah Adat adalah Ruang Spiritual
Bagi masyarakat Tehit, tanah adat bukan hanya sumber ekonomi tapi juga ruang spiritual yang menghubungkan manusia dengan leluhur dan
Hutan itu rumah arwah nenek moyang kami. Sawit hanya akan menggusur roh mereka dan menghancurkan keseimbangan hidup kami, ujar Kofarit jadi Kalau tanah dirusak, kami kehilangan bukan hanya rumah, tapi juga jiwa dan roh adat kami kami.
Solidaritas dari Tanah Papua
Menutup pernyataannya, ini Yustinus menyerukan agar seluruh masyarakat adat di Tanah Papua harus bersatu dan Kalau hari ini Tehit berdiri, besok suku lain juga harus berdiri. Kita satu suara: tanah adat bukan untuk dijual. Tanah adat adalah hidup kami, tegasnya
Dari Teminabuan untuk Indonesia
Perlawanan masyarakat adat Tehit di Teminabuan adalah peringatan keras bagi para penguasa daerah kami masyarakat adat tegaskan jangan main-main dengan tanah adat kami Di tengah krisis iklim dan hilangnya hutan tropis, masyarakat adat berdiri sebagai penjaga terakhir bumi
Tuntutan Tegas untuk Pemerintah Daerah
Dalam pernyataan sikap resmi yang dibacakan di Teminabuan, masyarakat adat Tehit menegaskan empat tuntutan utama.
1. Kami menyatakan dan mendesak kepada pejabat Bupati Kabupaten Sorong Selatan untuk mengeluarkan pernyataan dan rekomendasi bahwa pemerintah punya kewajiban menghormati dan melindungi hak dan keputusan masyarakat adat dengan tidak mengeluarkan izin usaha perkebunan dan pemanfaatan sumber daya apapun di atas tanah adat dan wilayah adat kami.
2. Kami menyatakan dan meminta pejabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Sorong Selatan untuk mengeluarkan pernyataan kepada publik bahwa pemerintah tidak akan menerima dan memproses penerbitan Hak Guna Usaha di atas tanah adat milik masyarakat adat kepada perusahaan PT Anugerah Sakti Internusa.
3. Tanah adat, hutan adat, dan kekayaan alam di wilayah adat kami, hanya diwariskan buat kesejahteraan dan keberlangsungan hidup generasi kami. Pengetahuan dan komitmen kami melindungi hutan adat telah memberikan
sumbangan bagi kehidupan dan keselamatan masa depan bumi yang berkeadilan
dan berkelanjutan.
4. Apabila tuntutan kami tidak ditindaklanjuti, maka kami akan turun dengan kekuatan masa yang sangat besar
Bapak Bambang Sabta Nugraha, A.Ptnh., M.M. sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sorong Selatan. Saat menerima aspirasi ia menggaku akan menindaklanjuti aspirasi masyarakat adat ini
Sorong Selatan kini menjadi simbol perlawanan terhadap keserakahan dan Suara mereka menggema dari tanah Papua Bupati, stop keluarkan izin sembarangan! Hargai hak masyarakat adat
( Jensen Segeit )

